Berita  

Rotasi Jabatan Tinggi di Garut: Tiga Nama, Tiga Kursi Panas, Satu Ekspektasi Besar

oppo_2

Caption : proses pelantikan tiga pejabat Pratama di Pemkab Kabupaten Garut berjalan dengan khidmat  ( foto // Raja Risnandi firdaus)

Pojokgarut.com – Pemerintah Kabupaten Garut baru saja merilis keputusan penting melalui SK Bupati Nomor 800.1.3.3/Kep.1260-BKD/2025. Keputusan itu menetapkan tiga pejabat baru untuk mengisi jabatan tinggi pratama yang selama ini kosong. Acara digelar di gedung pendopo Jalan Kabupaten Rabu, 1 Oktober 2025.

Nama-nama yang muncul bukan sekadar barisan birokrat, tetapi figur yang kini berada di garis depan untuk membuktikan: apakah mereka hanya pelengkap administrasi, atau benar-benar menjadi motor perubahan.

Tiga posisi strategis itu adalah:

1. H. Didit Fajar putradi, M.Si – Kepala Inspektorat Kabupaten Garut.

2. Asep Suparman, S.Ip., M.Si – Sekwan  DPRD Kabupaten Garut.

3. Natsir Alwi M,Si – Kepala Bappeda Kabupaten Garut.

 

Nama pertama, Didit Fajar putradi, kini mengemban amanah besar di Inspektorat. Publik tahu, lembaga ini adalah “mata” dan “telinga” pengawasan internal pemerintah. Pertanyaannya: apakah Inspektorat akan benar-benar berani mengoreksi penyimpangan, atau justru menjadi macan ompong yang jinak di hadapan kekuasaan?

Asep Suparman dipercaya sebagai Sekwan DPRD. Posisi ini strategis karena menjadi penghubung antara legislatif dan eksekutif. Namun publik juga mengerti, jabatan ini sering kali terjebak dalam tarik menarik kepentingan politik. Asep dituntut hadir bukan sebagai birokrat yang nyaman di balik meja, melainkan sebagai penggerak agar parlemen dan pemerintah bisa bekerja lebih sinkron dan transparan.

Sorotan paling tajam tertuju pada Natsir Alwi, yang kini duduk sebagai Kepala Bappeda. Ia bukan hanya perencana, tetapi arsitek masa depan Garut.

Nasir sendiri menegaskan, perencanaan bukan sekadar dokumen teknis, melainkan janji kepada masyarakat.

“Kita sudah masuk tahapan strategis, tinggal menyiapkan penetapan anggaran. Komunikasi dengan TAPD dan semua pihak menjadi kunci, agar program 2026 benar-benar menjawab kebutuhan masyarakat,” tegas Natsir Alwi

Tetapi, janji perencanaan hanya akan bernilai bila masyarakat benar-benar merasakan hasilnya. “Tidak mungkin semua bisa terpenuhi sekaligus. Namun yang utama, rakyat harus tahu bahwa pemerintah bekerja, dan ada progres nyata,” tambahnya

Keputusan Bupati menutup kekosongan jabatan. Namun publik sadar, kursi jabatan hanyalah kayu dan busa; yang membuatnya bernilai adalah kerja nyata.

Garut masih dihantui persoalan klasik: pembangunan yang timpang, pelayanan publik yang lambat, dan kepercayaan rakyat yang terus diuji. Tiga pejabat ini kini berada di panggung utama. Mereka bukan hanya akan dinilai oleh bupati, tetapi oleh jutaan pasang mata masyarakat Garut.

Apakah mereka akan menjadi simbol birokrasi yang segar, atau hanya wajah lama dengan cerita lama? Jawabannya akan lahir bukan dari SK, melainkan dari kerja yang terasa sampai ke rakyat.

(**)