Berita  

Ketua DPC PDIP Garut Yudha Puja Turnawan Geram: Fraksi Dilarang Sampaikan Pandangan Umum di Sidang Paripurna

Caption: Yudha Puja Turnawan kecewa kepada Pimpinan sidang telah memangkas hak fraksi kami. Pandangan umum fraksi bukan sekadar formalitas itu adalah amanat rakyat yang harus didengar di ruang paripurna.

Pojokgarut.com – Suasana politik di Kabupaten Garut kembali memanas. Ketua DPC PDI Perjuangan Kabupaten Garut, Yudha Puja Turnawan, meluapkan kegeramannya setelah Fraksi PDI Perjuangan dilarang membacakan pandangan umum fraksi dalam Sidang Paripurna DPRD Garut, Senin (17/11/2025).

Peristiwa itu terjadi saat agenda penyampaian pandangan fraksi terhadap Raperda APBD Tahun Anggaran 2026. Menurut Yudha, pimpinan sidang secara sepihak menyatakan bahwa pandangan fraksi tidak perlu dibacakan karena sudah “disepakati” cukup diserahkan secara simbolis.

Yudha tak menutupi kekecewaannya. Dengan suara tegas, ia menyebut tindakan pimpinan sidang sebagai bentuk pengkerdilan demokrasi serta pelecehan terhadap fungsi wakil rakyat.

“Saya kecewa. Pimpinan sidang telah memangkas hak fraksi kami. Pandangan umum fraksi bukan sekadar formalitas—itu adalah amanat rakyat yang harus didengar di ruang paripurna,” tegas Yudha.

Ia menjelaskan bahwa setiap pandangan umum fraksi merupakan hasil perjalanan panjang: mulai dari blusukan, menyerap keluhan masyarakat, hingga membahas detail demi detail program bersama SKPD selama berbulan-bulan. Semua proses itu, kata Yudha, harus dipertanggungjawabkan secara terbuka melalui mimbar paripurna.

“Rakyat berhak mengetahui apa saja yang kami sampaikan. Mereka harus tau bagaimana kami mengawasi, mengkritisi, dan memberi saran terkait Raperda APBD 2026,” ujarnya.

Menurut Yudha, ketika pimpinan sidang menggunakan alasan “kesepakatan” untuk meniadakan pembacaan pandangan fraksi, maka yang terjadi bukan hanya pembungkaman terhadap PDIP, tetapi juga pengkhianatan terhadap prinsip dasar demokrasi.

Yudha secara eksplisit menilai adanya tindakan diskriminatif terhadap Fraksi PDI Perjuangan. Ia mempertanyakan motif pimpinan sidang yang tiba-tiba mengubah mekanisme penyampaian pandangan umum tanpa dasar yang jelas.

“Ini jelas diskriminasi. Ada apa sebenarnya di balik semua ini? Mengapa  dibatasi ruang bicara dalam forum resmi DPRD?” kata Yudha dengan nada heran.

Ia menegaskan, DPRD sebagai lembaga representasi rakyat seharusnya menjunjung tinggi transparansi, akuntabilitas, serta menjaga marwah sidang paripurna sebagai ruang penyampaian aspirasi, bukan mengekangnya.

Sebagai bentuk protes resmi, Yudha memastikan DPC dan Fraksi PDI Perjuangan akan melayangkan surat tertulis kepada pimpinan DPRD Garut.

Surat itu bukan hanya sebagai pernyataan keberatan, tetapi juga sebagai permintaan klarifikasi mengapa mekanisme sidang tiba-tiba diubah dan mengapa fraksinya diperlakukan berbeda.

“Kami akan mengirim surat tegas. Ini tidak bisa dibiarkan. Demokrasi tidak boleh dibonsai hanya karena alasan-alasan politik tertentu,” ujar Yudha.

Menurut Yudha, peristiwa ini tidak hanya menyangkut PDIP, tetapi juga menyangkut kualitas demokrasi di Garut. Ia menilai bahwa membungkam pandangan fraksi di ruang paripurna sama saja dengan menutup mata publik terhadap proses pengawasan anggaran daerah.

“Kalau pandangan umum saja tidak boleh dibacakan, lalu di mana akuntabilitas DPRD? Rakyat harus tahu pembahasan APBD 2026, harus tahu sikap partai terhadap kebijakan anggaran. Jangan sampai demokrasi mati perlahan di gedung dewan,” katanya.

Yudha berharap seluruh pimpinan DPRD dapat bersikap arif dan mengembalikan fungsi paripurna sebagai ruang yang terbuka untuk semua fraksi tanpa kecuali.(**)