Caption: Ratusan kepala sekolah dan guru berbaris rapi menerima Surat Keputusan (SK) pengangkatan dan mutasi yang diserahkan langsung oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.
Pojokgarut.com — Suasana Gedung Sate, Rabu (29/10/2025), terasa berbeda. Ratusan kepala sekolah dan guru berbaris rapi menerima Surat Keputusan (SK) pengangkatan dan mutasi yang diserahkan langsung oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.
Namun di balik momen formal itu, tersimpan pesan besar: reformasi pendidikan yang berakar pada kemanusiaan.
Dalam arahannya, Dedi Mulyadi menegaskan bahwa rotasi dan promosi kali ini bukan sekadar pergantian posisi administratif, melainkan langkah strategis untuk mendekatkan lokasi sekolah dengan tempat tinggal kepala sekolah.
“Kepala sekolah sekarang harus bertugas di wilayah yang dekat dengan rumahnya bisa di kecamatan atau minimal di kabupaten yang sama. Dengan begitu, mereka bisa bekerja lebih fokus dan efisien,” ujar Dedi seusai acara.
Kebijakan ini lahir dari keprihatinan Dedi terhadap banyaknya kepala sekolah yang selama ini harus menempuh perjalanan jauh setiap hari. Menurutnya, jarak yang panjang dan waktu tempuh yang melelahkan sering kali berdampak pada kinerja dan ketenangan batin para pendidik.
> “Ketika kepala sekolah bisa pulang setiap hari tanpa kelelahan di jalan, mereka bisa memimpin dengan hati yang tenang. Itulah yang akan berdampak langsung pada suasana belajar di sekolah,” tegasnya.
Dedi Mulyadi menilai bahwa pendidikan sejatinya tidak hanya diukur dari angka kelulusan atau akreditasi sekolah, melainkan dari kebahagiaan para pelaku pendidikannya.
“Kita tidak bisa membangun pendidikan yang berkualitas kalau manusia di dalamnya tidak bahagia. Karena pendidikan itu urusan hati, bukan sekadar administrasi,” ungkapnya dengan nada reflektif.
Ia menambahkan, penataan ulang penempatan kepala sekolah ini menjadi bagian dari kebijakan reformasi birokrasi pendidikan di lingkungan Pemprov Jawa Barat. Pemerintah ingin memastikan setiap tenaga pendidik memiliki keseimbangan antara tanggung jawab profesional dan kehidupan keluarga.
Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat, Purwanto, menjelaskan bahwa total 641 kepala sekolah menerima SK dalam kesempatan ini. Dari jumlah tersebut, 215 orang merupakan guru yang dipromosikan menjadi kepala sekolah baru, sementara sisanya merupakan kepala sekolah yang mengalami mutasi penempatan ke wilayah yang lebih dekat dengan domisilinya.
“Mutasi ini dilakukan dengan prinsip kemanusiaan: agar para kepala sekolah bisa bekerja tanpa terbebani jarak. Kami kembalikan mereka ke kabupaten atau kota masing-masing,” ujar Purwanto.
Ia menambahkan, kebijakan ini diterapkan secara bertahap, dimulai dari sekolah-sekolah klaster C, terutama di daerah yang masih mengalami ketimpangan jumlah kepala sekolah aktif. Meski begitu, Purwanto mengakui masih ada beberapa wilayah yang belum bisa dipenuhi sepenuhnya karena keterbatasan formasi.
“Kalau di Kota Sukabumi kuotanya sudah penuh, maka ditempatkan di Kabupaten Sukabumi. Prinsipnya tetap: sedekat mungkin dengan rumah tinggal,” tambahnya.
Bagi sebagian penerima SK, kebijakan ini terasa seperti napas segar setelah sekian lama menunggu. Salah satunya, Cecep Rahmat Hidayat, guru Bimbingan Konseling di SMAN 1 Ciwidey yang kini dipercaya menjadi Kepala Sekolah di SMA Pasirjambu lokasi yang hanya berjarak beberapa kilometer dari rumahnya.
“Saya sangat bersyukur. Sekarang sekolahnya dekat, perjalanan lebih singkat, dan saya tetap bisa punya waktu bersama keluarga. Dampaknya jelas, semangat kerja lebih tinggi, dan fokus mengajar jadi lebih kuat,” ujarnya dengan mata berbinar.
Cecep mengaku kebijakan baru ini menunjukkan bahwa pemerintah mulai melihat guru dan kepala sekolah bukan sekadar tenaga administratif, melainkan manusia yang juga punya kehidupan pribadi.
Kebijakan “Dekat Rumah, Dekat Sekolah” ini menjadi langkah nyata Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam menata ulang sistem pendidikan berbasis kesejahteraan emosional.
Dedi Mulyadi ingin memastikan bahwa setiap kepala sekolah memiliki motivasi dan ketenangan batin yang selaras dengan tanggung jawab besar mereka.
“Kalau guru dan kepala sekolah bisa berangkat dengan senyum, yakinlah murid-murid kita akan belajar dengan bahagia. Dari kebahagiaan itulah lahir pendidikan yang sejati,” pungkas Dedi menutup sambutannya.
Reformasi ini bukan sekadar mutasi jabatan, tapi revolusi nilai dalam dunia pendidikan. Jawa Barat kini menunjukkan bahwa kualitas pendidikan dimulai dari kualitas hidup para pendidiknya karena sekolah yang hebat tumbuh dari guru yang bahagia.(**)












