Caption: Sebagai Sekretaris Wilayah Pemuda Pancasila Jawa Barat, saya merasa wajib bersikap. Ini bukan hanya soal sengketa tanah, tapi soal marwah hukum dan moral,(foto// sumber wartawan)
Pojokgarut.com -– Pernyataan tegas datang dari Sekretaris Wilayah Pemuda Pancasila Provinsi Jawa Barat, Akhmad Rizal, yang angkat bicara terkait kisruh kepemilikan tanah wakaf Yayasan Baitul Hikmah Alma’muni, Tarogong, Garut.
Tanah yang sejak tahun 1976 dijadikan pusat pendidikan, perpustakaan, dan panti asuhan itu kini tengah menghadapi klaim sepihak oleh individu yang mengaku sebagai pemilik sah tindakan yang menurut Rizal sangat meresahkan dan berpotensi mengganggu stabilitas sosial serta dunia pendidikan di Garut.
“Sebagai anak dari salah satu pendiri yayasan, sekaligus secara organisasi sebagai Sekretaris Wilayah Pemuda Pancasila Jawa Barat, saya merasa wajib bersikap. Ini bukan hanya soal sengketa tanah, tapi soal marwah hukum dan moral, baik dalam pandangan negara maupun agama,” tegas Akhmad Rizal saat ditemui di Garut, Jumat (31/10/2025).
Rizal menegaskan, kekuatan ikrar wakaf bukan hal main-main. Ikrar yang dibuat di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) dan dituangkan dalam Akta Ikrar Wakaf (AIW) memiliki legitimasi hukum yang kokoh dan tidak dapat dibatalkan kecuali terdapat cacat hukum yang jelas.
“Tanah wakaf itu amanah suci. Dalam hukum Islam, itu titipan untuk kemaslahatan umat, bukan untuk diklaim atau dikuasai,” ujarnya.
Ia menambahkan, upaya mempertahankan tanah wakaf harus dilakukan secara sistematis: mulai dari legitimasi hukum, pendampingan bagi pengurus yayasan, hingga edukasi kepada masyarakat tentang wakaf produktif dan amanah.
Menurutnya, banyak kasus serupa muncul karena minimnya pemahaman masyarakat terhadap nilai wakaf itu sendiri. Padahal, tanah wakaf adalah salah satu instrumen sosial yang menjaga keberlangsungan pendidikan dan kegiatan keagamaan di tengah masyarakat.
Sebagai bagian dari organisasi masyarakat besar yang dikenal vokal terhadap keadilan sosial, Pemuda Pancasila Jawa Barat berkomitmen untuk ikut menjaga dan melindungi aset-aset sosial yang menjadi milik publik, termasuk tanah wakaf.
Akhmad Rizal menegaskan, ormas yang ia pimpin di tingkat wilayah tidak akan tinggal diam.
“Pemuda Pancasila bukan hanya simbol jaket loreng dan seruan persaudaraan. Kami adalah garda sosial yang siap berdiri paling depan ketika ada ketidakadilan dan kesewenang-wenangan di tengah masyarakat,” tegasnya.
Ia menyoroti tindakan individu yang berani melakukan eksekusi sepihak terhadap lahan wakaf, bahkan melakukan pembangunan tanpa dasar hukum dan tanpa putusan pengadilan.
“Tindakan semacam ini tidak hanya melanggar hukum, tapi juga melukai nurani keagamaan kita. Kami siap bersinergi dengan aparat penegak hukum agar tidak ada lagi tindakan main hakim sendiri,” tambah Rizal.
Yayasan Baitul Hikmah Alma’muni berdiri atas dasar perjuangan dan keikhlasan para kiai dan tokoh masyarakat Garut pada era 1970-an. Mereka antara lain Syeh KH Wan Mamun Yusuf Abdul Kohar (Ajengan A’un) sebagai penerima wakaf, serta R.H. Uton Muhtar, H. Iton Damiri, KH Indin Djaenudin, KH Aam Ridwan (Pesantren Al-Huda), dan R. Lili Sadeli sebagai para tokoh yang mewakafkan tanah dan tenaga demi berdirinya lembaga pendidikan tersebut.
Mereka berjuang bukan untuk kepentingan pribadi, tetapi demi cita-cita luhur mencerdaskan anak bangsa dan menumbuhkan generasi berakhlak mulia.
Kini, cita-cita itu terancam oleh ulah segelintir pihak yang mencoba mengubah status tanah wakaf menjadi hak milik pribadi.
“Sebagai pengawas yayasan dan putra dari almarhum Bapak Soekarno Sataria, salah satu pendiri sekolah ini, saya merasa terpanggil untuk melanjutkan perjuangan beliau. Yayasan ini bukan milik individu, tapi milik umat. Mengalihkannya menjadi hak pribadi sama saja mengkhianati amanah para pendiri,” tutur Rizal dengan nada emosional.
Akhmad Rizal mengajak seluruh pihak—mulai dari masyarakat, ulama, pemerintah daerah, hingga aparat hukum—untuk bergandeng tangan mempertahankan keberadaan Yayasan Baitul Hikmah Alma’muni.
Ia berharap lembaga pendidikan yang menaungi SMP, SMA, perpustakaan, dan panti asuhan tersebut dapat kembali menjadi pusat pendidikan yang maju dan diminati masyarakat Garut seperti masa jayanya dahulu.
“Ini bukan sekadar tanah dan bangunan, ini adalah warisan nilai. Kita harus jaga bersama agar tetap berdiri tegak untuk anak-anak bangsa,” pungkasnya.
Sengketa tanah wakaf kerap menjadi isu sensitif di masyarakat. Kasus di Yayasan Baitul Hikmah Alma’muni ini menjadi contoh penting bahwa penegakan hukum dan kesadaran sosial harus berjalan seimbang.
Peran ormas seperti Pemuda Pancasila, yang dipimpin oleh figur seperti Akhmad Rizal, menjadi krusial sebagai penjaga moral, penegak nilai, dan benteng terakhir dalam menjaga marwah lembaga pendidikan berbasis wakaf di Jawa Barat.(**)
–
